Zionisme dibawa ke dalam agenda dunia di
akhir-akhir abad ke sembilan belas oleh Theodor Herzl (1860-1904),
seorang wartawan Yahudi asal Austria. Baik Herzl maupun rekan-rekannya
adalah orang-orang yang memiliki keyakinan agama yang sangat lemah, jika
tidak ada sama sekali. Mereka melihat "Keyahudian" sebagai sebuah nama
ras, bukan sebuah masyarakat beriman. Mereka mengusulkan agar
orang-orang Yahudi menjadi sebuah ras terpisah dari bangsa Eropa, yang
mustahil bagi mereka untuk hidup bersama, dan bahwa penting artinya bagi
mereka untuk membangun tanah air mereka sendiri. Mereka tidak
mengandalkan pemikiran keagamaan ketika memutuskan tanah air manakah itu
seharusnya. Theodor Herzl, sang pendiri Zionisme, suatu kali
memikirkan Uganda, dan ini lalu dikenal sebagai "Uganda Plan." Sang
Zionis kemudian memutuskan Palestina. Alasannya adalah Palestina
dianggap sebagai "tanah air bersejarah bagi orang-orang Yahudi",
dibandingkan segala kepentingan keagamaan apa pun yang dimilikinya
untuk mereka.
Petani dan Tembok Ratapan di depannya, yang menggambarkan pemimpin Zionis Max Nordau, Theodor Herzl, dan Prof. Mandelstamm, melukiskan "Impian Zionis." |
Sang Zionis melakukan upaya-upaya besar
untuk mengajak orang-orang Yahudi lainnya menerima gagasan yang tak
sesuai agama ini. Organisasi Zionis Dunia yang baru melakukan upaya
propaganda besar di hampir semua negara yang berpenduduk Yahudi, dan
mulai berpendapat bahwa Yahudi tidak dapat hidup dengan damai dengan
bangsa-bangsa lainnya dan bahwa mereka adalah "ras" yang terpisah. Oleh
karena itu, mereka harus bergerak dan menduduki Palestina. Sebagian
besar orang Yahudi mengabaikan himbauan ini.
Menurut
negarawan Israel Amnon Rubinstein: "Zionisme (dulu) adalah sebuah
pengkhianatan atas tanah air mereka (Yahudi) dan sinagog para Rabbi".15
Oleh karena itu banyak orang-orang Yahudi yang mengkritik ideologi
Zionisme. Rabbi Hirsch, salah satu pemimpin keagamaan terkemuka saat itu
berkata, "Zionisme ingin menamai orang-orang Yahudi sebagai sebuah
lembaga nasional…. yang merupakan sebuah penyimpangan."16
Pemikir Islam Prancis yang terkenal Roger Garaudy melukiskan hal ini dalam sebuah pembahasan:
Musuh
terburuk keyakinan Yahudi yang jauh ke depan adalah logika para
nasionalis, rasis, dan kolonialis dari Zionisme kebangsaan, yang
dilahirkan dari nasionalisme, rasisme, dan kolonialisme abad ke-19 di
Eropa. Logika ini, yang menginspirasi semua penjajahan Barat dan semua
perang antara satu nasionalisme dengan nasionalisme lainnya, adalah
sebuah logika yang membunuh diri sendiri. Tidak ada masa depan atau
keamanan bagi Israel dan tidak ada keamanan di Timur Tengah kecuali
jika Israel meninggalkan paham Zionismenya dan kembali ke agama
Ibrahim, yang adalah warisan bersama, bersifat keagamaan, dan
persaudaraan dari tiga agama wahyu: Yudaisme, Nasrani, dan Islam.17
Dengan
cara ini, Zionisme memasuki politik dunia sebagai sebuah ideologi
rasis yang menganut paham bahwa Yahudi seharusnya tidak hidup bersama
dengan bangsa-bangsa lain. Pertama-tama, ini adalah gagasan yang keliru
yang menciptakan masalah parah bagi dan tekanan atas orang-orang
Yahudi yang hidup dalam belenggu ini. Kemudian, bagi orang-orang Islam
di Timur Tengah, paham ini membawa kebijakan Israel tentang pendudukan
dan perebutan wilayah bersama-sama dengan kemiskinan, teror,
pertumpahan darah, dan kematian.
Pendeknya,
Zionisme sebenarnya adalah sebuah bentuk nasionalisme sekuler yang
berasal dari filsafat sekuler, bukan dari agama. Akan tetapi, seperti
dalam bentuk nasionalisme lainnya, Zionisme juga berusaha menggunakan
agama untuk tujuannya sendiri.
Kesalahan Penafsiran Taurat oleh Para Zionis
Taurat adalah sebuah kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi Musa. Allah berkata dalam Al-Qur'an: "Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi)…" (Al-Qur'an, 5:44).
Al-Qur'an juga berkata bahwa Taurat kemudian akan dikotori oleh
perkataan manusia di dalamnya. Inilah kenapa apa yang kita miliki saat
ini adalah "Taurat yang menyimpang."
Akan tetapi,
sebuah penelitian lebih dekat mengungkap adanya kebanyakan kebenaran
agama yang terkandung dalam Kitab yang pernah diwahyukan ini, seperti
keimanan kepada Allah, penghambaan diri kepada-Nya, bersyukur
kepada-Nya, takut kepada Allah, cinta kepada Allah, keadilan, kasih
sayang, cinta kasih, melawan kekejaman dan ketidakadilan, yang semuanya
ditemukan di seluruh Taurat dan kitab lainnya dari Perjanjian Lama.
Terlepas
dari ini, perang yang terjadi dalam sejarah dan pembunuhan yang
terjadi karenanya juga disebutkan di dalam Taurat. Jika manusia ingin
menemukan sebuah dasar, meskipun dengan memutarbalikkan kenyataan,
untuk kekejaman, pembantaian, dan pembunuhan, mereka bisa menjadikan
bab-bab dalam Taurat tersebut sebagai acuan. Zionisme memilih cara
mutlak yang mengesahkan terorismenya, yang sebenarnya adalah sebuah
terorisme fasis. Dan, ini sangat berhasil. Misalnya, Zionisme
menggunakan bab-bab (dari Taurat) yang terkait dengan perang dan
pembantaian untuk mengesahkan pembantaian orang-orang Palestina yang
tak berdosa. Padahal, ini adalah sebuah penafsiran menyimpang yang
disengaja. Zionisme menggunakan agama untuk mengesahkan fasismenya dan
ideologi rasisnya.
Para Zionis juga mendasarkan
pernyataan mereka pada penafsiran mereka tentang ayat-ayat yang
berhubungan dengan "orang pilihan" yang pernah dikaruniakan Allah
kepada orang Yahudi suatu kali. Beberapa ayat Al-Qur'an berhubungan
dengan persoalan ini:
Hai Bani Israil,
ingatlah akan ni'mat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan
(ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala
umat45. (Qur'an, 2:47)
Dan sesungguhnya telah
Kami berikan kepada Bani Israil Al Kitab (Taurat), kekuasaan dan
kenabian dan Kami berikan kepada mereka rezki-rezki yang baik dan Kami
lebihkan mereka atas bangsa-bangsa (pada masanya). (Qur'an, 45:16)
Al-Qur'an
menerangkan bagaimana pada suatu kali Allah memberkati orang-orang
Yahudi, dan bagaimana pada kali lainnya Dia menjadikan mereka berkuasa
atas bangsa-bangsa lain. Namun ayat-ayat ini tidaklah menyiratkan
"orang pilihan" seperti apa yang dipahami orang-orang Yahudi radikal.
Ayat-ayat tersebut menunjukkan kenyataan bahwa banyak nabi-nabi yang
datang dari keturunan ini, dan bahwa orang-orang Yahudi memerintah di
daerah yang luas pada saat itu. Ayat-ayat tersebut menerangkan bahwa
dengan berkat kedudukan kekuasaan mereka, mereka "lebih diutamakan di
atas semua manusia lain." Ketika mereka menolak Isa, ciri ini pun
berakhir.
Al-Qur'an menyatakan bahwa orang yang
terpilih tersebut adalah para nabi dan orang-orang beriman yang Allah
tunjuki kepada kebenaran. Ayat-ayat ini menyebutkan bahwa para nabi itu
telah dipilih, ditunjuki jalan yang benar, dan diberkati. Berikut ini
adalah beberapa ayat yang terkait dengan persoalan ini:
Dan
tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang
memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya90 di
dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang
yang saleh. (Qur'an, 2: 130)
Dan Kami lebihkan
(pula) derajat sebahagian dari bapak-bapak mereka, keturunan dan
saudara-saudara mereka. Dan Kami telah memilih mereka (untuk menjadi
nabi-nabi dan rasul-rasul) dan Kami menunjuki mereka ke jalan yang
lurus. Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk
kepada siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya. Seandainya
mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang
telah mereka kerjakan. Mereka itulah orang-orang yang telah Kami
berikan kitab, hikmat dan kenabian Jika orang-orang (Quraisy) itu
mengingkarinya, maka sesungguhnya Kami akan menyerahkannya kepada kaum
yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya. (Qur'an, 6:87-89)
Mereka
itu adalah orang-orang yang telah diberi ni'mat oleh Allah, yaitu para
nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat
bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari
orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila
dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka
menyungkur dengan bersujud dan menangis. (Qur'an, 19:58)
Namun
orang-orang Yahudi radikal, yang mempercayai keterangan menyimpang,
melihat "orang yang terpilih" sebagai ciri kebangsaan sehingga mereka
menganggap setiap orang Yahudi terlahir unggul dan bahwa Bani Israil
selamanya dianggap unggul dari semua manusia lainnya.
Penyimpangan
kedua yang terbesar dari sudut pandang ini menampilkan anggapan
keunggulan ini sebagai "suatu perintah untuk melakukan kekejaman atas
bangsa lain." Untuk tujuan ini, para Zionis membenarkan perilaku mereka
melalui kebencian-kebencian turun-temurun yang bisa ditemukan dalam
beberapa hal pada Yudaisme Talmud. Menurut pandangan ini, hal yang
lumrah bagi orang-orang Yahudi untuk menipu orang-orang non-Yahudi,
untuk merampas hak milik dan bangunan mereka, dan, ketika diperlukan
bahkan membunuh mereka, termasuk wanita dan anak-anak.18
Kenyataan menunjukkan, semua ini adalah kejahatan yang melecehkan
agama sejati, karena Allah memerintahkan kita untuk melestarikan
keadilan, kejujuran, dan hak orang-orang tertindas, dan hidup dalam
kedamaian dan cinta.
Lebih jauh lagi, pernyataan
anti-non-Yahudi ini bertentangan dengan Taurat itu sendiri, seperti
ayat-ayat yang mengutuk penindasan dan kekejaman. Akan tetapi, ideologi
rasis Zionisme mengabaikan ayat-ayat seperti itu untuk menciptakan
sistem kepercayaan berdasarkan amarah dan kebencian. Tanpa mempedulikan
pengaruh ideologi Zionis, beberapa orang Yahudi yang benar-benar
percaya pada Allah akan mengetahui bahwa agama mereka mengajarkan
mereka untuk tunduk pada ayat-ayat lainnya ini yang memuji perdamaian,
cinta, kasih, dan perilaku etis, seperti:
Janganlah
kamu berbuat curang dalam peradilan; janganlah engkau membela orang
kecil dengan tidak sewajarnya dan janganlah engkau terpengaruh oleh
orang-orang besar, tetapi engkau harus mengadili orang sesamamu dengan
kebenaran. Janganlah engkau pergi kian ke mari menyebarkan fitnah di
antara orang-orang sebangsamu; janganlah engkau mengancam hidup
sesamamu manusia; Akulah Tuhan. Janganlah engkau membenci saudaramu di
dalam hatimu, tetapi engkau harus berterus terang menegur orang
sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan dosa kepada dirimu karena
dia. (Perjanjian Lama, Imamat, 19:15-17)
Hai
manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang
dituntut Tuhan dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan,
dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?'' (Perjanjian Lama,
Mikha, 6:8)
Jangan membunuh. Jangan
berzinah. Jangan mencuri. Jangan mengucapkan saksi dusta tentang
sesamamu. Jangan mengingini rumah sesamamu … (Perjanjian Lama,
Keluaran, 20:13-17)
Menurut Al-Qur'an pun,
perang hanyalah khusus sebagai sarana mempertahankan diri. Bahkan jika
perang akan diumumkan dalam suatu masyarakat, kehidupan orang-orang tak
berdosa dan aturan hukum harus dilindungi. Suatu perintah untuk
membunuh wanita, anak-anak, dan orang-orang tua tidak dapat disampaikan
oleh agama manapun, kecuali hanya oleh tipu-daya yang berkedok agama.
Dalam Al-Qur'an, Allah tidak hanya mengutuk jenis kebencian seperti ini
namun juga menyatakan bahwa semua manusia sama dalam pandangan-Nya dan
bahwa kelebihan seseorang itu tidaklah didasarkan pada ras, keturunan,
atau segala kelebihan keduniaan lainnya, melainkan pada ketakwaan -
cinta bagi dan kedekatan kepada Allah.
Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Qur'an,
49:13)
Terlepas dari kedok agamanya yang palsu,
alasan sesungguhnya dari ketidakmanusiawian dan kekejaman Zionisme
adalah hubungannya dengan mentalitas penjajahan Eropa di abad kesembilan
belas. Penjajahan bukan semata sebuah sistem politik atau ekonomi;
penjajahan juga sekaligus sebuah ideologi. Zionisme, yang percaya bahwa
negara-negara industri Barat mempunyai hak untuk menjajah dan menduduki
bangsa-bangsa terkebelakang di wilayah ini, melihat ini sebagai akibat
alami dari sebuah proses "seleksi alam" internasional. Dengan kata
lain, Zionisme adalah sebuah produk Darwinisme Sosial. Dalam kerangka
ideologi ini, Inggris menjajah India, Afrika Selatan, dan Mesir. Prancis
menjajah Indocina, Afrika Utara, dan Guyana. Karena terinspirasi oleh
contoh-contoh ini, para Zionis memutuskan untuk menjajah Palestina bagi
orang-orang Yahudi.
Kolonialisme Zionis menjadi
jauh lebih buruk dibanding "rekan-rekannya" Inggris dan Prancis,
karena paling tidak mereka (Inggris dan Prancis) mengizinkan daerah
pendudukan mereka untuk hidup (setelah menyerah) dan bahkan memberi
sumbangan kepada negara pendudukan dengan pendidikan, pemerintahan yang
adil, dan prasarana. Namun, seperti yang akan kita lihat nanti, para
Zionis tidak mengakui hak-hak orang Palestina untuk hidup; mereka
melakukan pembersihan etnis, dan tidak memberi apa pun kepada
orang-orang yang mereka jajah. Anda mungkin bahkan berkata mereka tidak
memberi satu batu bata pun bagi orang-orang Palestina.
Pertentangan Zionisme dengan Yahudi
Sifat
lainnya dari Zionisme adalah kepercayaannya kepada tema-tema
propaganda palsu, mungkin yang paling penting adalah semboyan "sebuah
tanah tanpa manusia untuk seorang manusia tanpa tanah." Dengan kata
lain, Palestina, "tanah tanpa manusia" harus diberikan kepada
orang-orang Yahudi, "manusia tanpa tanah." Dalam 20 tahun pertama abad
kedua puluh, Organisasi Zionis Dunia menggunakan semboyan ini dengan
sepenuh hati untuk meyakinkan pemerintahan Eropa, khususnya Inggris dan
rakyatnya bahwa Palestina harus diserahkan kepada orang-orang Yahudi.
Pada tahun 1917, akibat kampanye persuasifnya, Inggris mengumumkan
Deklarasi Balfour bahwa "Pemerintahan Yang Mulia memandang pentingnya
pendirian di Palestina sebuah tanah air nasional bagi orang-orang
Yahudi… di Palestina."
Kenyataan menunjukkan,
semboyan "tanah tanpa manusia untuk manusia tanpa tanah" ini tidaklah
benar. Ketika gerakan Zionis dimulai, orang-orang Yahudi tidaklah
"tanpa tanah" dan Palestina pun bukannya tanpa manusia…
Orang-orang
Yahudi tidaklah tanpa tanah karena sebagian besar mereka hidup di
berbagai negara dengan damai dan aman. Khususnya di negara-negara
industri Barat, persekutuan ibadat Yahudi tidak punya keluhan apa pun
tentang kehidupan mereka. Bagi sebagian besar mereka, gagasan
meninggalkan negara mereka untuk pindah ke Palestina tidak pernah
terlintas dalam benak mereka. Kenyataan ini akan muncul belakangan
ketika ajakan Zionis untuk “Pindah ke Palestina” secara luas diabaikan.
Dalam tahun-tahun berikutnya, orang-orang Yahudi anti-Zionis yang kita
bicarakan ini secara aktif menolak gerakan Zionis melalui
ikatan-ikatan yang mereka dirikan sendiri.
Menerima
dukungan resmi dengan Deklarasi Balfour, para Zionis merasakan dirinya
berada dalam keadaan yang sulit ketika banyak saudara-saudara
Yahudinya menolak pindah. Dalam hal ini, pernyataan Chaim Weizman
sangat menohok:
Deklarasi
Balfour pada 1917 diputuskan di awang-awang… setiap hari dan setiap
jam dalam 10 tahun terakhir ini, ketika membuka surat kabar, saya
berpikir: kapan hembusan angin surga lainnya datang? Saya terguncang
karena takut Pemerintah Inggris akan memanggil saya dan bertanya:
“Beritahu kami, apakah Organisasi Zionis ini? Di manakah mereka, para
Zionismu?”... Orang-orang Yahudi, mereka tahu, menentang kami; kami
berdiri sendiri di sebuah pulau kecil, sebuah kelompok Yahudi yang amat
kecil dengan masa lalu yang asing.19
Surat yang dikirim oleh Menteri Luar Negeri Inggris Sir Arthur Balfour pada Lord Rothschild yang dikenal sebagai “Deklarasi Balfour.” Kanan: gambar surat aslinya; Atas: Sir Balfour. |
Oleh karena itu para Zionis mulai
terlibat dalam “kegiatan-kegiatan khusus” untuk “mendorong” pindahnya
orang Yahudi ke Palestina, bahkan memaksa jika diperlukan, seperti
mengganggu orang-orang Yahudi di negara-negara asalnya dan bekerja sama
dengan para anti-Semit untuk meyakinkan bahwa pemerintah akan mengusir
orang-orang Yahudi. (Lihat Harun Yahya, Soykirim Vahseti (The
Holocaust Violence,), Vural Yayincilik, Istambul, 2002). Dengan
demikian, Zionisme mengembangkannya sebagai gerakan yang mengganggu dan
menteror rakyatnya sendiri.
Sekitar 100.000 orang Yahudi pindah ke Palestina antara tahun 1920-1929.20
Jika kita merenungkan bahwa ada 750.000 orang Palestina pada saat itu,
maka 100.000 pasti bukanlah jumlah yang kecil. Organisasi Zionis
memegang kendali penuh atas perpindahan ini. Orang-orang Yahudi yang
menginjakkan kaki di Palestina ditemui oleh kelompok Zionis, yang
menentukan di mana mereka akan tinggal dan pekerjaan apa yang akan
mereka lakukan. Perpindahan ini didorong oleh pemimpin-pemimpin Zionis
dengan berbagai imbalan. Akibat upaya yang giat di seluruh Palestina,
Eropa, dan Rusia, penduduk Yahudi di Palestina mencatat pertumbuhan yang
pesat dalam hal jumlah dan tempat tinggalnya. Bersamaan dengan adanya
peningkatan kekuasaan Partai Nazi, orang-orang Yahudi di Jerman
menghadapi tekanan yang semakin meningkat, suatu perkembangan yang
semakin mendorong perpindahan mereka ke Palestina. Kenyataan Zionis
mendukung penindasan Yahudi ini adalah sebuah fakta, dan masih menjadi
salah satu rahasia sejarah yang paling terpendam. (Lihat Harun Yahya,
Soykirim Vahseti (The Holocaust Violence), Vural Yayincilik, Istanbul,
2002)
Pertentangan Zionisme dengan Masyarakat Arab
Para
Zionis tidak diragukan lagi telah melakukan kekejaman terburuk kepada
orang-orang yang memiliki “sebuah tanah tanpa manusia”: orang-orang
Palestina. Semenjak hari ketika Zionisme memasuki Palestina, para
pengikutnya telah berusaha untuk menghancurkan orang-orang Palestina.
Untuk memberi ruang bagi para imigran Yahudi, baik dipengaruhi oleh
gagasan Zionis maupun takut pada anti-Semitisme, orang-orang Palestina
terus ditekan, diasingkan, dan diusir dari rumah-rumah dan tanah
mereka. Gerakan untuk menduduki dan mengasingkan ini, yang didorong
oleh didirikannya Israel pada tahun 1948, menghancurkan kehidupan
ratusan ribu orang-orang Palestina. Hingga hari ini, sekitar 3,5 juta
orang Palestina masih berjuang untuk kehidupannya sebagai pengungsi
dalam keadaan yang paling sulit.
Semenjak 1920an,
perpindahan orang Yahudi yang diorganisir oleh Zionis telah dengan
mantap mengubah keadaan demografi Palestina dan telah menjadi sebab
terpenting berkepanjangannya pertentangan. Statistik yang terkait
dengan peningkatan penduduk Yahudi ini secara langsung membuktikan
kenyataan ini. Angka-angka ini adalah petunjuk penting tentang
bagaimana sebuah kekuatan penjajahan dari luar negeri, kekuatan tanpa
hak hukum atas tanah tersebut datang untuk merampok hak-hak penduduk
asli.
Menurut
catatan-catatan resmi, jumlah imigran Yahudi ke Palestina meningkat
dari 100.000 pada tahun 1920an menjadi 232.000 pada tahun 1930an.21
Hingga 1939, penduduk Palestina yang jumlahnya 1,5 juta jiwa telah
termasuk 445.000 orang Yahudi. Jumlah mereka, yang hanya 10% saja dari
jumlah penduduk 20 tahun sebelumnya, sekarang menjadi 30% dari seluruh
penduduk. Pemukiman Yahudi juga berkembang pesat, dan per 1939
orang-orang Yahudi memiliki dua kali dari jumlah tanah yang mereka
miliki pada tahun 1920an.
Pengumuman resmi
Deklarasi Balfour menandai awal perpindahan Yahudi besar-besaran dan
cepat ke Palestina. Tabel di kiri memperlihatkan jumlah orang Yahudi
yang pindah ke Palestina antara 1920 dan 1929. Selama masa ini, sekitar
100.000 orang Yahudi memasuki Palestina.
British
Government, The Political History of Palestine under the British
Administration, Palestine Royal Commision Report, Cmd. 5479, 1937, hlm.
279
|
Per
1947, ada 630.000 orang Yahudi di Palestina dan 1,3 juta orang
Palestina. Antara 29 November 1947, ketika Palestina diberi dinding
pembatas oleh PBB, dengan 15 Mei 1948, organisasi teroris Zionis
mencaplok tiga perempat Palestina. Selama masa itu, jumlah orang-orang
Palestina yang tinggal di 500 kota besar, kota kecil, dan desa turun
drastis dari 950.000 menjadi 138.000 akibat serangan dan pembantaian.
Beberapa di antaranya terbunuh, beberapa terusir.22
Dalam
menjelaskan kebijakan pendudukan yang diterapkan Isrel pada tahun
1948, revisionis Israel yang terkenal, Ilan Pappe membuka sebuah
rahasia, rencana tak tertulis untuk mengusir orang-orang Arab dari
Palestina. Menurut rencana ini, setiap desa atau pemukiman Arab yang
tidak menyerah kepada kekuatan Yahudi, yang tidak akan mengibarkan
bendera putih, akan dibumihanguskan, dihancurkan, dan orang-orangnya
diusir. Setelah keputusan ini dilaksanakan, hanya empat desa yang
mengibarkan bendera putih; kota-kota dan desa-desa lainnya pasti akan
menjadi sasaran pengusiran.23
Dengan
cara ini, 400 desa Palestina terhapus dari peta selama 1949-1949. Hak
milik yang ditinggalkan orang-orang Palestina dikuasai oleh orang-orang
Yahudi, atas dasar Hukum Hak Milik Tak Ditempati. Hingga tahun 1947,
kepemilikan tanah orang-orang Yahudi di Palestina adalah sekitar 6%.
Pada saat negara Israel resmi didirikan, kepemilikan itu telah mencapai
90% dari seluruh tanah.24
Kelompok imigran ilegal yang diorganisir oleh pemimpin Zionis berhasil mencapai Palestina meski menghadapi hambatan serius. |
Setiap kedatangan orang Yahudi yang
baru berarti kekejaman, tekanan, dan kekerasan baru terhadap
orang-orang Palestina. Untuk memberi tempat tinggal bagi pendatang
baru, organisasi Zionis menggunakan tekanan dan kekuatan untuk mengusir
orang-orang Palestina dari tanahnya, yang telah mereka tempati selama
berabad-abad, dan pindah ke padang pasir. Joseph Weitz, kepala komite
transfer pemerintah Israel pada tahun 1948 menuliskan dalam buku
hariannya pada 20 Desember 1940:
Pasti
telah jelas bahwa tidak ada ruang untuk dua rakyat dalam negara ini.
Tidak ada perkembangan yang akan membawa kita semakin dekat dengan
tujuan kita, untuk menjadi rakyat merdeka dalam negara kecil ini.
Setelah orang-orang Arab dipindahkan, negara ini akan terbuka luas bagi
kita; dengan masih adanya orang Arab yang tinggal, negara ini akan
tetap sempit dan terbatas. Satu-satunya jalan adalah memindahkan
orang-orang Arab dari sini ke negara-negara tetangga. Semua mereka.
Tidak ada satu desa pun, atau satu suku pun yang harus tertinggal.25
Gelombang
perpindahan orang-orang Yahudi tetap tak surut selama Palestina
ditangani Inggris. Akibat upaya yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Zionis,
sebanyak 232.000 orang Yahudi bermukim di Palestina antara 1930-1939.
British British Government, The Political History of Palestine under the British Administration, Palestine Royal Commision Report, Cmd. 5479, 1937, hlm. 279 |
Heilburn,
ketua komite pemilihan kembali Jenderal Shlomo Lahat, walikota Tel
Aviv, menyatakan pandangan Zionis tentang orang-orang Palestina dalam
kata-kata berikut: "Kita harus membunuh semua orang-orang Palestina
kecuali mereka tunduk tinggal di sini sebagai budak."26
Banjir kedatangan imigran yang disebabkan oleh pecahnya Perang Dunia
II membuat orang-orang Palestina sadar akan apa yang terjadi, sehingga
mulai menolak tindakan-tindakan yang tidak adil. Namun, setiap gerakan
penolakan dihentikan dengan paksa oleh kekuatan Inggris. Orang-orang
Palestina merasakan dirinya berada di bawah tekanan organisasi teroris
Zionis di satu sisi, dan tentara-tentara Inggris di sisi lain. Dengan
kata lain, mereka menjadi sasaran kepungan dua musuh.
Gambar di kiri menunjukkan orang-orang Yahudi yang pindah ke Palestina pada 1930. Gambar di atas memperlihatkan Yahudi yang tiba pada tahun 1947. Sebelum orang-orang Palestina mengerti apa arti perpindahan ini untuk masa depan mereka, perbandingan penduduk di daerah ini bergeser untuk keuntungan Yahudi. |
1) Negara tempat perpindahan di mulai 2) Jumlah Imigran Yahudi 3) Akhir perpindahan Program perpindahan yang diorganisir oleh para pemimpin Zionis diejawantahkan dengan kecepatan mengejutkan, dimulai pada awal 1900an. Orang-orang Yahudi yang pindah dari Afrika Utara, Uni Soviet, dan berbagai negara Timur Tengah menggeser perbandingan penduduk di Palestina untuk keuntungan orang-orang Yahudi. |
Selama kekuasaan Inggris, lebih dari
1500 orang Palestina yang berjuang untuk kemerdekaannya terbunuh dalam
pertempuran yang dilakukan oleh tentara-tentara Inggris. Di samping
itu, ada pula beberapa orang Palestina yang ditahan oleh Inggris karena
menentang pendudukan Yahudi. Tekanan pemerintah Inggris menyebabkan
kekerasan serius terhadap mereka. Namun, terorisme Zionis tak
terbandingkan kekejamannya. Kekejaman Zionis, yang pecah begitu
berakhirnya Kekuasaan Inggris, meliputi pembakaran desa-desa, penembakan
wanita, anak-anak, dan orang tua seolah sebuah hukuman mati;
penyiksaan korban-korban tak berdosa,; dan pemerkosaan wanita-wanita
dewasa dan remaja.
Sekitar 850.000 orang
Palestina yang tidak tahan akan kekejaman dan penindasan ini
meninggalkan tanah dan rumah mereka dan tinggal di Tepi Barat, Jalur
Gaza, serta di sepanjang perbatasan Libanon dan Yordania. Sekitar satu
juta orang Palestina masih tinggal di kamp-kamp pengungsian ini,
sementara 3,5 juta lainnya tinggal sebagai pengungsi-pengungsi jauh
dari tanah air mereka.
1) Wilayah Inggris 2) Wilayah Arab 3) Wilayah Yahudi 4) Wilayah Internasional Ketika Palestina berada di bawah kendali Inggris setelah Perang Dunia I, gelombang besar perpindahan Yahudi ke daerah ini dimulai. Perpindahan ini lambat laun mulai meningkat pesat. Selama masa ini, beberapa badan didirikan untuk menentukan bagaimana orang Yahudi dan Palestina berbagi tanah. Badan yang terkenal adalah the Peel Commission, yang dikepalai oleh bekas Menteri Luar Negeri Inggris untuk India Lord Earl Peel, dan Komisi Morrison-Grady, yang dibentuk melalui kemitraan Amerika-Inggris. The Peel Commission mengusulkan agar pengawasan Inggris ditingkatkan dan daerah ini dibagi antar kedua kelompok, hanya Yerusalem dan Haifa yang tetap di bawah kendali Inggris dan akan terbuka untuk pengamat internasional. Morrison-Grady Plan mengusulkan agar Palestina dibagi atas empat daerah kantong terpisah. Namun, anggota badan ini tidak memperhitungkan bahwa tanah yang sedang mereka bagi ini dimiliki oleh orang-orang Palestina selama berabad-abad, dan tak seorang pun punya hak untuk memaksa mereka membaginya bertentangan dengan kehendak mereka. |
Polisi Inggris ikut campur dengan paksa ketika orang-orang Palestina memprotes meningkat pesatnya perpindahan Yahudi. Akibat bentrokan di Jaffa pada 1933, sebanyak 30 orang Palestina tewas dan lebih dari 200 orang terluka. |
Orang-orang Palestina yang hidup di
kamp-kamp pengungsian hari ini menghadapi kesulitan untuk memenuhi
kebutuhan yang paling dasar sekalipun. Mereka hanya bisa menggunakan
air dan listrik jika orang Israel mengizinkannya, dan berjalan
bermil-mil untuk bekerja demi upah yang amat rendah. Bagi mereka yang
pergi bekerja atau mengunjungi kerabat yang tinggal di dekat kamp
pengungsian, perjalanan itu seharusnya tidak lebih dari 15 menit saja.
Akan tetapi, kejadiannya sering berubah menjadi mimpi buruk karena
pemeriksaan identitas di tempat-tempat pemeriksaan yang sering
dilakukan, di mana para tentara yang bertugas melakukan kepada mereka
pelecehan, penghinaan, dan perendahan. Mereka tidak dapat berpindah
dari tempat A ke tempat B tanpa passport. Dan karena tentara-tentara
Israel sering menutup jalan untuk alasan “keamanan,” orang-orang
Palestina sering tidak dapat pergi bekerja, pergi ke tempat yang ingin
mereka tuju, atau bahkan untuk menuju rumah sakit ketika mereka jatuh
sakit. Bahkan, orang-orang yang hidup di kamp-kamp pengungsian tiap
hari hidup dalam rasa takut akan dibom, dibunuh, dilukai, dan ditahan,
karena pemukiman orang-orang Yahudi fanatik di sekitar kamp menjadi
ancaman sesungguhnya mengingat pelecehan dan serangan yang dilancarkan
oleh penduduk Yahudi fanatiknya.
Tentu, diusir
dari rumah dan dipaksa meninggalkan tanah asal seseorang mengakibatkan
banyak kesulitan. Namun, inilah takdir Allah. Sepanjang sejarah,
masyarakat Muslim telah terusir dari rumah mereka dan menghadapi
berbagai jenis tekanan, penyiksaan, dan ancaman oleh orang-orang yang
tak beriman. Para pemimpin yang kejam atau orang-orang yang menggunakan
kekuasaan sering mengusir orang-orang yang tak berdosa dari tanah
mereka hanya karena keturunan atau keyakinan mereka. Apa yang diderita
oleh orang-orang Islam di banyak negara, juga orang-orang Palestina,
telah diwahyukan di dalam Al-Qur'an. Namun Allah membantu semua orang
yang tetap sabar, menunjukkan akhlak terpuji, dan menolak
menakut-nakuti orang laii meskipun mengalami kekerasan. Seperti yang
Allah nyatakan dalam Al-Qur'an:
Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman):
"Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal
di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu
adalah turunan dari sebagian yang lain259. Maka orang-orang yang
berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada
jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan
kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam
surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi
Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik." (Qur'an, 3:195)
Dengan
demikian, akan datang suatu hari ketika semua orang-orang Palestina
akan hidup dalam kedamaian, keamanan, dan persaudaraan. Tapi ini hanya
dimungkinkan dengan menyebarluaskan akhlak Al-Qur'an antar manusia,
karena akhlak seperti itu bersifat memaafkan dan toleran;
mempertahankan kedamaian; menekankan pada cinta kasih; rasa hormat, dan
kasih sayang; dan pengikutnya saling berlomba untuk beramal saleh.
Ketika akhlak yang baik mengemuka, penindasan dan gangguan tidak dapat
hidup. Dan lebih jauh lagi, ketika akhlak ini ditunjukkan dengan
sepenuh hati, persaudaraan Muslim akan meningkat dan mereka akan
mendapatkan kekuatan untuk melakukan sebuah perjuangan intelektual
melawan kekejaman. Oleh karena itu, menerapkan sistem tata prilaku
Qurani akan membawa kita menuju akhir dari kekejaman tidak hanya di
Palestina, melainkan juga di seluruh dunia. Kewajiban umat Islam adalah
menyebarluaskan tata prilaku tersebut.
Imigran
Yahudi yang diajarkan dengan semboyan “Setiap orang harus bekerja
dengan satu tangan, dan memegang senjata di tangan lainnya” segera
mengambil bagian dalam gerakan Zionis. Sementara beberapa orang
mengorganisir demonstrasi dengan spanduk bertuliskan “Yerusalem adalah
Milik Kami,” lainnya mengebom desa-desa Palestina.
|
Dalam bab-bab berikut, kita akan
membahas lebih dekat rasa sakit dan kesulitan yang dialami selama
bertahun-tahun oleh para pengungsi Palestina. Namun sebelum kita ke
sana, kita akan melihat teror Zionis dan teknik yang digunakannya untuk
mengusir orang-orang Palestina dari rumah-rumah mereka.
Akibat
kepungan selama 3 tahun oleh kekuatan Israel, kamp pengungsian Bourj
al-Barajneh di dekat Beirut hancur total. Foto ini menggambarkan keadaan
kamp pada tahun 1988.
Orang-orang Palestina yang tinggal di kamp-kamp pengungsian di Libanon dan Yordania masih berjuang mengatasi kesulitan besar selama bertahun-tahun. Kelaparan, wabah penyakit, cuaca buruk, dan berlanjutnya rasa takut akan serangan baru Israel menjadi kenyataan hidup mereka. Pemandangan barak yang didirikan oleh PBB menunjukkan parahnya kemiskinan mereka. |
15- Amnon Rubinstein, The Zionist Dream Revisited, hlm. 19
16- Washington Post, Oktober 3, 1978
17- Roger Garaudy, "Right to Reply: Reply to the Media Lynching of Abbe Pierre and Roger Garaudy", Samizdat, Juni 1996
18- For Talmud's anti-gentile remarks, see Israel Shahak, Jewish History, Jewish Religion:, The Weight of Three Thousand Years (AMEU: 1994)
19- United Nations Report, "The Origins and Evolution of the Palestine Problem 1917-1988," New York, 1990, tanda penegasan ditambahkan.
20- British Government, The Political History of Palestine under the British Administration, (Memorandum to the United Nations Special Committee on Palestine) Jerusalem, 1947, hlm. 279.
21- Royal Institute of International Affairs, Great Britain and Palestine, (London, Chatham House: 1946), hlm. 61.
22- Ralph Schoenman, The Hidden History of Zionism, (Veritass Press: 1988), tanda penegasan ditambahkan
23- Baudouin Loos, "An Interview of Ilan Pappe," November 29 1999, http://msanews.mynet.net/Scholars/Loos/pappe.html.
24- Weite Diary, A 24617, entry dated 20 December 1940, Central Zionist Archives, Jerusalem, hlm. 1090-1091.
25. Uri Davis, Israel: An Apartheid State (London and New Jersey, Zed Books: 1987), Introduction, tanda penegasan ditambahkan.
26. Schoenman, The Hidden History of Zionism, tanda penegasan ditambahkan.
16- Washington Post, Oktober 3, 1978
17- Roger Garaudy, "Right to Reply: Reply to the Media Lynching of Abbe Pierre and Roger Garaudy", Samizdat, Juni 1996
18- For Talmud's anti-gentile remarks, see Israel Shahak, Jewish History, Jewish Religion:, The Weight of Three Thousand Years (AMEU: 1994)
19- United Nations Report, "The Origins and Evolution of the Palestine Problem 1917-1988," New York, 1990, tanda penegasan ditambahkan.
20- British Government, The Political History of Palestine under the British Administration, (Memorandum to the United Nations Special Committee on Palestine) Jerusalem, 1947, hlm. 279.
21- Royal Institute of International Affairs, Great Britain and Palestine, (London, Chatham House: 1946), hlm. 61.
22- Ralph Schoenman, The Hidden History of Zionism, (Veritass Press: 1988), tanda penegasan ditambahkan
23- Baudouin Loos, "An Interview of Ilan Pappe," November 29 1999, http://msanews.mynet.net/Scholars/Loos/pappe.html.
24- Weite Diary, A 24617, entry dated 20 December 1940, Central Zionist Archives, Jerusalem, hlm. 1090-1091.
25. Uri Davis, Israel: An Apartheid State (London and New Jersey, Zed Books: 1987), Introduction, tanda penegasan ditambahkan.
26. Schoenman, The Hidden History of Zionism, tanda penegasan ditambahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar